Konservasi Tanah dan Air

11.      Pengertian Konservasi Tanah dan Air
a.      Pengertian konservasi Tanah
Tanah merupakan media tumbuh tanaman yang sangat dipengaruhi sifat fisik dan kimia tanah. Menurut Simmonson (1957), tanah adalah permukaan lahan yang kontiniu menutupi kerak bumi kecuali di tempat-tempat berlereng terjal, puncak-puncak pegunungan, daerah salju abadi. Sedangkan menurut Soil Survey Staff (1973), tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusun-penyusunnya, yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman.
Menurut Sitanala Arsyad (1989), konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah dalam arti luas adalah penempatan tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebar dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Upaya konservasi tanah bertujuan untuk :
1.      Mencegah erosi.
2.      Memperbaiki tanah yang rusak.
3.      Memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar tanah dapat digunakan secara berkelanjutan.
b.      Pengertian Konservasi Air
Penghematan air atau konservasi air adalah perilaku yang disengaja dengan tujuan mengurangi penggunaan air segar, melalui metode teknologi atau perilaku sosial. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jauh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang dapat merusak serta tersedianya air pada musim kemarau.
Usaha konservasi air bertujuan untuk:
1)      Untuk menjamin ketersediaan untuk generasi masa depan, pengurangan air segar dari sebuah ekosistem tidak akan melewati nilai penggantian alamiahnya.
2)      Penghematan energi - Pemompaan air, pengiriman, dan fasilitas pengolahan air limbah mengonsumsi energi besar.
3)      Konservasi habitat - Penggunaan air oleh manusia yang diminimalisir untuk membantu mengamankan simpanan sumber air bersih untuk habitat liar lokal dan penerimaan migrasi aliran air, termasuk usaha-usaha baru pembangunan waduk dan infrastruktur berbasis air lain (pemeliharaan yang lama).

22.      Macam-macam matode konservasi Tanah dan Air
a.      Metode Konservasi Tanah
Metode konservasi tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu (1) metode vegetatif, (2) metode mekanik dan (3) metode kimia.
·         Metode vegetatif adalah penggunaan tanaman atau bagian-bagian tanaman atau sisa-sisanya untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah (Arsyad, 2006).
Beberapa teknik konservasi tanah dan  air melalui cara vegetatif seperti pertanaman lorong (alley cropping), silvipastura, dan pemberian mulsa.
1.      Pertanaman lorong (alley cropping) adalah sistem bercocok tanam dan konservasi tanah dimana barisan tanaman perdu leguminosa ditanam rapat (jarak 10-25 cm) menurut garis kontur (nyabuk gunung) sebagai tanaman pagar dan tanaman semusim ditanam pada lorong di antara tanaman pagar. Menerapkan pertanaman lorong pada lahan miring biayanya jauh lebih murah dibandingkan membuat teras bangku, tapi efektif menahan erosi. Setelah 3-4 tahun sejak tanaman pagar tumbuh akan terbentuk teras. Terbentukannya teras secara alami dan berangsur sehingga sering disebut teras kredit.
2.      Sistem silvipastura sebenarnya bentuk lain dari tumpangsari, tetapi yang ditanam di sela-sela tanaman hutan bukan tanaman pangan melainkan tanaman pakan ternak, seperti rumput gajah, setaria, dll. Ada beberapa bentuk silvipastura yang dikenal di Indonesia antara lain (a) tanaman pakan di hutan tanaman industri, (b) tanaman pakan di hutan sekunder, (c) tanaman pohon-pohonan sebagai tanaman penghasil pakan dan (d) tanaman pakan sebagai pagar hidup.
3.      Pemberian mulsa dimaksudkan untuk menutupi permukaan tanah agar terhindar dari pukulan butir hujan. Mulsa merupakan teknik pencegahan erosi yang cukup efektif. Jika bahan mulsa berasal dari bahan organik, maka mulsa juga berfungsi dalam pemeliharaan bahan organik tanah. Bahan organik yang dapat dijadikan mulsa dapat berasal dari sisa tanaman, hasil pangkasan tanaman pagar dari sistem pertanaman lorong, hasil pangkasan tanaman penutup tanah atau didatangkan dari luar lahan pertanian.
·         Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Metode mekanik dalam konservasi tanah dan air adalah pengolahan tanah, guludan, teras,  penghambat (check dam), waduk, rorak, perbaikan drainase dan irigasi (Arsyad, 2006).
·         Metode Kimia atau cara kimia dalam usahan pencegahan erosi,yaitu dengan pemanfaatan soil conditiner atau bahan pamtap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi. Bahan kimia memiliki pengaruh yang besar terhadap stabilitas tanah karena senyawa tersebuttahan terhadap mikrobia tanah permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi berkurang.
b.      Metode Konservasi Air
Metode pengendalian tata air yang umum digunakan yaitu irigasi dan drainase. Irigasi merupakan usaha untuk menambah air ke dalam wilayah, sedangkan drainase sebaliknya. Drainase berarti keadaan dan cara air-lebih keluar dari tanah. Air-lebih adalah bagian dari air yang ada di dalam tanah yang tidak dapat dipegang atau ditahan oleh butir-butir tanah dan memenuhi ruang pori tanah sehingga tanah menjadi jenuh air (Pahan, 2008).
Drainase pada tanah gambut secara alami selalu berada dalam kondisi sangat terhambat hingga tergenang. Hal ini memerlukan penanganan yang tepat sehingga drainase dapat diperbaiki untuk mencapai muka air tanah yang optimum tanpa mengakibatkan drainase yang berlebihan (over drainage). Drainase yang berlebihan akan mengakibatkan kekeringan pada tanah gambut yang bersifat tidak dapat balik (irreversible) dan penurunan muka tanah yang serius. Keberadaan mineral pirit pada tanah gambut sehingga tetap tereduksi juga harus diperhatikan.
Untuk mencapai kondisi ini, diperlukan jaringan drainase dan pintu-pintu air yang cukup (PPKS, 2006). Pembangunan sistem drainase di perkebunan terutama ditujukan untuk mengendalikan kelembaban tanah sehingga kadar airnya stabil antara 20-25% dengan kedalaman arus air maksimum 60 cm. Pembangunan drainase juga diusahakan terhindar dari kejenuhan air secara terus-menerus selama maksimum 2 minggu (Pahan, 2008).
Irigasi bertujuan untuk memberikan tambahan air terhadap air hujan dan memberikan air kepada tanaman dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang diperlukan. Air irigasi mempunyai kegunaan lain, yaitu (1) mempermudah pengolahan tanah, (2) mengatur suhu tanah dan iklim mikro, (3) mencuci tanah dari kadar garam atau asam yang terlalu tinggi, (4) menggenangi tanah untuk memberantas gulma serta hama penyakit. Pada perkebunan kelapa sawit, pemberian air irigasi biasanya dilakukan dengan cara pemberian air dalam selokan atau saluran (furrows irrigation) (PPKS, 2006).
3.      Contoh Konsevasi tanah dan Air
Saya mengambil contoh konservasi tanah dan air yang dilakukan oleh para petani di Jalan Pomahan, Sleman,yogyakarta yang mana ini merupakan daerah sekitar tempat tinggal saya. Konservasi tanah dan air oleh para petani ini menggunakan metode vegetatif dan metode mekanik. Pengelolahannya bisa dilihat pada gambar.



 
(2) pemberian mulsa    










           
(3) Seseorang petani menanam tanaman pangan di pinggir.









 3. Permasalahan Konservasi Tanah dan Air
1)      Faktor Alami Penyebab Erosi
Kondisi sumber daya lahan Indonesia cenderung mempercepat laju erosi tanah, terutama tiga faktor berikut:
1)      curah hujan yang tinggi, baik kuantitas maupun intensitasnya,
2)      lereng yang curam,
3)      tanah yang peka erosi, terutama terkait dengan genesa tanah.
Data BMG (1994) menunjukkan bahwa sekitar 23,1% luas wilayah Indonesia memiliki curah hujan tahunan > 3.500 mm, sekitar 59,7% antara 2.000-3.500 mm, dan hanya 17,2% yang memiliki curah hujan tahunan < 2.000 mm. Dengan demikian, curah hujan merupakan faktor pendorong terjadinya erosi berat, dan mencakup areal yang luas. Lereng merupakan penyebab erosi alami yang dominan di samping curah hujan. Sebagian besar (77%) lahan di Indonesia berlereng > 3% dengan topografi datar, agak berombak, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Lahan datar (lereng < 3%) hanya sekitar 42,6 juta ha, kurang dari seperempat wilayah Indonesia (Subagyo et al. 2000). Secara umum, lahan berlereng (> 3%) di setiap pulau di Indonesia lebih luas dari lahan datar (< 3%).
Erosi merupakan peristiwa hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat oleh air atau angin. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organic, dan mengikatnya kepadatan serta ketahanan penetrasi tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta kemampuan tanah menahan air. Akibat dari peristiwa ini adalah menurunnya produktivitas tanah, dan berkurangnya pengisian air bawah tanah. Tentunya akibat perubahan sifat fisik dan kimia tanah akibat erosi maka terjadi pula kemerosotan produktivitas tanaman.
Tanah yang tererosi terangkut aliran permukaan yang akan diendapkan di tempat- tempat yang alirannya melambat atau berhenti di dalam berbagai badan air seperti sungai, saluran irigasi, waduk, danau atau muara sungai. Endapan tersebut menyebabkan pendangkalan pada badan sungai dan akan mengakibatkan semakin sering terjadi banjir dan semakin dalam banjir yang terjadi. Berkurangnya infiltrasi air ke dalam tanah menyebabkan berkurangnya pengisian kembali air bawah tanah yang berakibat tidak ada air masuk ke sungai pada musim kemarau. Dengan demikian peristiwa banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau merupakan peristiwa lanjutan yang tidak terpisahkan dari peristiwa erosi. Selain itu peristiwa tercucinya unsur hara yang menyebabkan eutrofikasi menjadi salah satu penyebab lain dari proses erosi.
2)      Praktek Pertanian yang Kurang Bijak
Tingginya desakan kebutuhan terhadap lahan pertanian menyebabkan tanaman semusim tidak hanya dibudidayakan pada lahan datar, tetapi juga pada lahan yang berlereng > 16%, yang seharusnya digunakan untuk tanaman tahunan atau hutan. Secara keseluruhan, lahan kering datarberombak meliputi luas 31,5 juta ha (Hidayat dan Mulyani 2002), namun penggunaannya diperebutkan oleh pertanian, pemukiman, industri, pertambangan, dan sektor lainnya. Pada umumnya, daya saing petani dan pertanian lahan kering jauh lebih rendah dibanding sektor lain, sehingga pertanian terdesak ke lahan lahan berlereng curam.
Laju erosi tanah meningkat dengan berkembangnya budi daya pertanian yang tidak disertai penerapan teknik konservasi, seperti pada sistem perladangan berpindah yang banyak dijumpai di luar Jawa. Bahkan pada sistem pertanian menetap pun, penerapan teknik konservasi tanah belum merupakan kebiasaan petani dan belum dianggap sebagai bagian penting dari pertanian.
3)      Faktor Kebijakan dan Sosial- Ekonomi
Kebijakan dan perhatian pemerintah sangat menentukan efektivitas dan keberhasilan upaya pengendalian degradasi tanah. Namun, berbagai kebijakan yang ada belum memadai dan efektif, baik dari segi kelembagaan maupun pendanaan. Selaras dengan tantangan yang dihadapi, selama ini prioritas utama pembangunan pertanian lebih ditujukan pada peningkatan produksi dan pertumbuhan ekonomi secara makro, sehingga aspek keberlanjutan dan kelestarian sumber daya lahan agak tertinggalkan. Padahal aspek tersebut berdampak jangka panjang bagi pembangunan pertanian di masa mendatang. Selain kurangnya dukungan kebijakan pemerintah, masalah sosial juga sering menghambat penerapan konservasi tanah, seperti sistem kepemilikan dan hak atas lahan, fragmentasi lahan, sempitnya lahan garapan petani, dan tekanan penduduk. Kondisi ekonomi petani yang umumnya rendah sering menjadi alasan bagi mereka untuk mengabaikan konservasi tanah.
Konversi lahan pertanian sering disebabkan oleh faktor ekonomi petani, yang memaksa mereka menjual lahan walaupun mengakibatkan hilangnya sumber mata pencaharian (Abdurachman 2004). Selain faktor alami, terjadinya kebakaran hutan dan lahan terutama terkait dengan lemahnya peraturan dan sistem perundangundangan. Selain itu, faktor teknis dan ekonomi juga menjadi pemicu utama kebakaran hutan dan lahan dengan alasan mudah dan murah.

4. Degradasi Tanah Di Indonesia
Kerusakan tanah didefenisikan sebagai proses atau fenomena penurunan kapasitas tanah dalam mendukung kehidupan. Arsyad (2000) menyatakan bahwa kerusakan tanah adalah hilangnya atau menurunnya fungsi tanah, baik fungsinya sebagai sumber unsur hara tumbuhan maupun maupun fungsinya sebagai matrik tempat akar tumbuhan berjangkar dan tempat air tersimpan. Kerusakan tanah terjadi akibat:
1)        Hilangnya unsur hara dan bahan organic di daerah perakaran.
2)        terakumulasinya garam di daerah perakaran (salinisasi), terakumulasinya unsur beracun bagi tanaman
3)        penjenuhan tanah oleh air (water logging)
4)        erosi.
Degradasi tanah di Indonesia yang paling dominan adalah erosi. Proses ini telah berlangsung lama dan mengakibatkan kerusakan pada lahan-lahan pertanian. Jenis degradasi yang lain adalah pencemaran kimiawi, kebakaran hutan, aktivitas penambangan dan industri, serta dalam arti luas termasuk juga konversi lahan pertanian ke non pertanian.
Kerusakan sumber air terjadi berupa hilangnya atau mengeringnya mata air berhubungan erat dengan peristiwa erosi. Menurunnya kualitas air dapat disebabkan oleh kandungan sedimen dan unsur yang terbawa masuk oleh air yang bersumber dari erosi, tercuci oleh air hujan dari lahan-laha pertanian, atau bahan dan senyawa dari limbah industry atau limbah pertanian. Peristiwa ini disebut dengan polusi air.

READ MORE - Konservasi Tanah dan Air